Pembiayaan perawatan pasien di rumah sakit pada era BPJS yang dimulai 1
januari 2014 yang lalu, membawa konsekuensi tersendiri bagi perkembangan
Sistem Informasi Rumah Sakit, terutama pada transaksi keuangan,
billing, rekem medik elektronik, LIS, RIS, SIM Farmasi dan SIM Akuntansi
& Keuangan. Kita mengetahui, pembiayaan pasien peserta JKN yang
dibayarkan oleh BPJS, menggunakan tarif INACBG’s yang merupakan tarif
hasil grouper dari beberapa indikator/data yaitu : diagnosa medis
(primer & sekunder) menggunakan ICD X, tindakan medis menggunakan
ICD IX, LOS (dalam kasus subakut & krnis), severity level, special
investigation, special procedure, special drugs dan special prosthesis.
Orang-orang TI menyebutnya dengan sistem pakar.Dengan
tarif model seperti itu, walaupun bunyinya tarif paket, tidak serta
merta dapat dipastikan jumlah uang/biaya yang akan diterima oleh rumah
sakit pada setiap pasien yang dirawat. Biaya total hanya bisa dipastikan
seiring dengan kepastian perawatan pasien di rumah sakit (pasti
diagnosa, pasti tindakan medis, pasti LOS-nya dan lain-lain).Bukan hanya
itu, masih ditambah lagi dengan kebijakan BPJS yang memberikan
kebebasan cost sharing antar paket dan kebebasan cost sharing dengan
tarif lokal rumah sakit untuk pelayanan Ruang VIP dan Paviliun. Kondisi
ini juga berlaku bagi pasien rawat jalan, dimana BPJS memberlakukan
biaya cost sharing untuk Poliklinik Executive.Tentang sistem akuntansi
rumah sakit juga perlu kebijakan tersendiri, dimana Permendagri Nomor 61
tahun 2007 tentang Pedoman teknis Pengelolaan keuangan BLUD Pasal 116
ayat (2) menyebutkan bahwa “Penyelenggaraan akuntansi dan laporan
keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan basis akrual
baik dalam pengakuan pendapatan, biaya, aset, kewajiban dan ekuitas
dana”.Kondisi-kondisi itu, memaksa SIMRS perlu didesain ulang agar mampu
mengakomodasi keperluan rumah sakit dalam banyak hal, terutama
transaksi keuangan di era BPJS. Beberapa catatan yang perlu penyesuain
di format SIMRS era BPJS :
- Sudah seyogyanya SIMRS bisa diintegrasikan dengan program INACBG’s BPJS. Bisa integrasi langsung maupun dengan bridging bagi rumah sakit yang telah memiliki SIMRS. Tapi untuk ini, persoalnya tidak mudah. Team NCC yang mendesain aplikasi INACBG’s melakukan enkripsi terhadap seluruh data dan tabel dalam aplikasi INACBG’s pada versi 4.0. Bahkan fasilitas impor yang ada di versi sebelumnya juga sudah ditiadakan. Mudah-mudahan dengan melihat kebutuhan lapangan, Team NCC berkenan segera membuatkan fasilitas bridging untuk RS yang telah mengembangkan SIMRS, sehingga tidak ada doble entry.
- Kebijakan cost sharing yang diberlakukan BPJS, dimana biaya perawatan sampai kelas satu penghitungan cost sharing adalah pengurangan tarif INACBG’s kelas satu dikurangi Tarif INACBG’s kelas sesuai haknya, maka aplikasi SIMRS perlu mengakomodasi semua tarif INACBG’s yang telah disusun berdasarkan regional, kelas rumah sakit dan kelas perawatan. Walaupun penentuan jumlah claim mungkin perlu dientry ulang, tapi itu lebih baik daripada terpisah sama sekali. Dengan bridging, harapannya jumlah tarif yang diclaim bisa difasilitasi.
- Biaya cost sharing untuk pelayanan executive, mungkin tidak terlalu bermasalah, karena penghitungannya adalah tarif lokal rumah sakit dikurangi tarif INACBG’s.
- Agar pelaporan keuangan dan akuntansi BLU dan BLUD yang harus menggunakan basis akrual dapat terakomodasi di SIMRS, mau tidak mau pendapatan rumah sakit yang berasal dari BPJS, harus masuk dalam pelaporan pendapatan SIMRS. Kebijakan yang dibutuhkan oleh rumah sakit pada pendapatan basis akrual hasil costsaharing klaim BPJS sampai perawatan kelas satu apakah transaksi tarif lokal atau transaksi tarif BPJS. Tanpa kebijakan yang jelas, maka pelaporan akuntansi rumah sakit akan mengalami selisih yang cukup besar.
- Lalu bagaimana dengan pembagian Jasa Pelayanan Profesi dari Incentive? Juga belum ada bentuk seperti apa yang ideal.
Siapkah manajemen rumah sakit terutama keuangan dan para developer
SIMRS menghadapai perubahan ini? Perlu diingat, bila tidak ada
perubahan, keinginan pemerintah pada tahun 2019 akan menjaminkan seluruh
penduduk Indonesia kepada BPJS. Artinya, SIMRS yang sampai hari ini
hanya mengandalkan billing system sebagai aplikasi mayornya, maka
bersiaplah untuk tidak dipakai lagi oleh rumah sakit. Rumah sakit lebih
mengharapkan SIMRS berbasis klinis atau Clinical Base Hospital
Information System, dimana informasi yang keluar lebih diarahkan untuk
kebutuhan klinis semisal clinical pathway, audit therapy, panduan
praktek klinis, clinical evidance base, clinical previlage dan
lain-lain.
sumber : http://nursinginformatic.wordpress.com/2014/01/13/sistem-informasi-rs-di-era-bpjs/
Tidak ada komentar:
Write komentar