Menurut Suryo Suwignjo, presiden direktur PT IBM Indonesia,
implementasi e-medical record adalah dasar dari sistem e-health.
“E-medical record ini memang dasar dari e-health, dan yang terpenting,
data medis itu bisa dipertukarkan, bukan sekadar disimpan,” kata Suryo.
Ia menambahkan, salah satu hal yang membuat layanan kesehatan di luar
negeri menjadi lebih baik ialah implementasi e-health. Langkah ini
dinilai mampu mereduksi kesalahan manusia dalam layanan kesehatan.
Perkembangan negara-negara maju dalam penerapan e-health sudah
advance. Ia mencontohkan penggunaan chip yang ditanam pada tubuh pasien
kritis. Chip ini berisi data rekam medik dirinya yang bisa diakses
sejumlah rumah sakit di negara tersebut. Dampaknya, saat pasien dalam
keadaan kritis, maka ia bisa ditangani secara optimal karena pihak medis
bisa menjadikan data medik yang tersimpan dalam chip tersebut sebagai
panduan tindakan.
Di negara maju, imbuh Suryo, inovasi e-health sudah berkembang pesat.
“Misalnya, ketika pasien berada di ambulans dan data yang diperoleh
selama dalam perjalanan akan bisa didapat oleh paramedik rumah sakit
tujuan secara real-time,” kata Suryo. Teknologi ini memungkinkan pasien
ditangani lebih cepat setibanya di rumah sakit.
Ke depan, Suryo berharap implementasi e-health di Indonesia dapat
lebih optimal dengan melibatkan tiga unsur utama: asuransi, penyedia
layanan kesehatan, dan pemerintah. Selama ini, menurut Suryo, baik pihak
swasta maupun pemerintah berjalan sendiri-sendiri dan kurang sinergi.
“Ke depan, saya berharap medical record bisa saling tukar antar-rumah
sakit,” ujarnya.
Bagi korporasi, langkah ini juga dianggap efektif karena mampu
meningkatkan efisiensi dari penggunaan alat-alat kesehatan yang
terbilang mahal. Setiap rumah sakit bisa saling berbagi fasilitas
sehingga pendapatannya dapat meningkat. “Setiap rumah sakit tidak perlu
berlomba-lomba membeli perangkat kesehatan yang mahal, asal mereka
saling terkoneksi dan bersinergi itu bisa sangat baik,” cetus Suryo.
Jika itu tidak dilakukan, Suryo justru khawatir rumah sakit akan
membebani diri mereka sendiri dan, mau tidak mau, pasienlah yang
menjadi korbannya.
Tantangan lain bagi rumah sakit ialah mengimplementasikan kebijakan
TI untuk rumah sakit. Maklum, urusan TI di rumah sakit saat ini masih
terkendala oleh besarnya anggaran. RS Pondok Indah, misalnya, setidaknya
menyisihkan 15%‒20% dari pendapatan korporasi yang besarnya sekitar
Rp400 miliar per tahun untuk operasional TI. “Untuk bujet per tahunnya
sekitar 20% dari pendapatan perusahaan, sedangkan investasi awalnya
lebih dari itu,” kata Tavri. Meski begitu, Suryo optimistis peluang
perbaikan layanan kesehatan Indonesia masih terbuka lebar seiring
tuntutan dalam meningkatkan daya saing rumah sakit
sumber : http://megah.wordpress.com/2011/09/29/e-medical-record-adalah-dasar-e-health/
Tidak ada komentar:
Write komentar