Penggunaan Bahasa Standar
Untuk menyusun database yang baik dalam SIM Keperawatan, bahasa
standar menjadi sesuatu yang wajib adanya. Karena tanpa bahasa standar,
sistem tak akan mampu menghasilkan apa-apa, kecuali hanya berupa
transaksi elektronik atau memindahkan catatan manual ke dalam komputer.
Laporan-laporan berupa evidance base keperawatan tak akan bisa
dihasilkan dari sistem yang dibuat.
Permasalahan mendasar keperawatan di Indonesia adalah belum ada
satupun perguruan tinggi perawat atau lembaga pendidikan perawat yang
memiliki mata kuliah (MK) “standar bahasa keperawatan”. Bahkan
organisasi profesi perawat di Indonesia juga belum menghasilkan standar
bahasa keperawatan ini. Persoalan mendasar inilah yang mempersulit untuk
pengembangan SIM Keperawatan.
Seperti SIM Keperawatan yang kami susun, standar bahasa yang kami
gunakan juga bukan bahasa baku yang telah disepakati oleh organisasi
profesi perawat di Indonesia. Kami menggunakan referensi utama dalam
penyusunan database menggunakan NANDA, NOC dan NIC. Itupun butuh
penyesuaian di sana-sini. Maka yang belum memahami penggunaan bahasa
standar ini, tentu tidak bisa menggunakan SIM Keperawatan yang kami
susun.
Tentang bahasa standar ini, masih ada referensi lain yang bisa
dijadikan sebagai rujukan, yaitu ICNP (International Clasification
Nursing Practice). Hanya saja konsep ICNP tidak popular di Indonesia.
Mengapa bahasa standar menjadi penting dalam mendesain SIM Keperawatan?
Sebagai contoh begini. Ketika kita membutuhkan laporan masalah yang
paling banyak muncul dalam kurun satu bulan perawatan di sebuah rumah
sakit yang telah menggunakan SIM Keperawatan, maka sistem tentu akan
bekerja melakukan indek terhadap seluruh transaksi dalam satu bulan.
Bila database dalam sistem kita tidak standar, maka masalah yang sama
bisa di-indek berbeda oleh sistem.
Contoh : untuk masalah keperawatan dengan pasien operasi, karena
tidak menggunakan bahasa standar mungkin ada yang menyebut “gangguan
rasa nyaman” ada yang mengatakan “gangguan rasa nyaman nyeri” ada yang
mengatakan “nyeri akut” dan lain-lain. Maka masalah yang sama akan
diindek oleh sistem dengan tiga variasi di atas. Padahal sama-sama
masalah nyeri pasca operasi. Keadaan ini akan menjadikan data menjadi
tidak valid, dan sistem tidak bisa melakukan accounting secara benar.
Bagitupun di implementasi juga demikian. Kita masih belum memiliki
bahasa standar untuk menunjukan aktifitas perawatan yang sangat banyak.
Dokumen asuhan keperawatan yang populer di Indonesia masih menuliskan
aktifitas yang dilakukan, bukan label dari aktifitas. Padahal ada ribuan
aktifitas perawatan yang dimiliki, maka bagaimana sistem akan melakukan
indek bila aktifitas yang sama dtulis dalam bahasa yang berbeda.
Maka syarat penyusunan SIM Keperawatan agar mampu memudahkan
pekerjaan perawat adalah dengan menggunakan bahasa standar keperawatan
yang sering saya sebut sebagai SNL (Standar Nursing Language).
Sumber : http://nursinginformatic.wordpress.com/2012/06/29/mendesain-sim-keperawatan-bag-4/
Tidak ada komentar:
Write komentar