ntegrated Care Pathway (ICP) merupakan
instrumen yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan
dengan mencegah adanya variasi pelayanan yang tidak perlu. Akan tetapi,
pengembangan dan penerapan ICP bukan hal yang mudah dilakukan bahkan
meski hanya untuk satu jenis pelayanan saja. Karena ICP merupakan
dokumentasi multidisiplin. Sistem informasi yang terintegrasi akan
memudahkan setiap tim kesehatan untuk dapat mengetahui informasi pasien
secara lengkap dan mengurangi pengumpulan data secara berulang – ulang
yang dilakukan oleh setiap tim kesehatan.
Integrated Care Pathway atau dikenal juga dengan nama lain seperti clinical pathway, critical care pathway, coordinated care pathway, atau caremaps. ICP
pertama dikembangkan pada tahun 1985-1986 oleh New England Medical
Centre, Boston, kemudian diadopsi oleh rumah sakit – rumah sakit di
Arizona, Florida, dan Rhode Island di USA pada tahun 1986-1988.
Australia dan UK mulai mengaplikasikan ICP ini pada tahun 1989 dan pada
pertengahan tahun 1990 mulai berkembang ke Negara-negara di Afrika dan
Asia seperti South Afrika, Saudi Arabia, Jepang, Korea, dan Singapura
(Davis, 2005).
Wilson (1995) mendefinisikan “care pathway” sebagai proses
multidisiplin yang berfokus pada perawatan pasiendengantepat waktu untuk
menghasilkan hasil yang terbaik, dalam sumber daya dan kegiatan yang
tersedia, untuk sebuah episode perawatan yang tepat. Jhonson (1997)
memperkenalkan ide menggunakan ICP sebagai alat untuk meningkatkan
kualitas dan mendefinisikan ICP sebagai semua elemen perawatan dan
pengobatan yang diantisipasi dari semua anggota tim multidisiplin, bagi
pasien dengan kasus tertentu dalam jangka waktu yang disepakati untuk
pencapaian outcome yang telah disepakati. Sedangkan menurut Middleton
(2000), ICP harus mencakup serangkaian intervensi yang diharapkan,
ditempatkan dalam kerangka waktu yang tepat, ditulis dan disepakati oleh
tim multidisiplin, untuk membantu pasien dengan kondisi tertentu
melalui diagnosis pengalaman klinis untuk hasil yang positif. Dapat
disimpulkan bahwa ICP adalah sebuah rencana yang menyediakan secara
detail tahap penting dari pelayanan kesehatan, bagi sebagian besar
pasien dengan masalah klinis (diagnosis dan prosedur) tertentu, berikut
dengan hasil yang diharapkan.
Mekanisme
Secara konvensional, ICP ditulis dalam bentuk fomulir matrix dengan
aspek pelayanan di satu sisi, dan waktu pelayanan disisi yang lain.
Interval waktu biasanya dalam hitungan hari mengikuti instruksi klinik
harian, namun hal ini dapat berbeda tergantung dari perjalanan dan
perkembangan penyakit atau tindakan yang ada (misalnya ICP untuk
penyakit kronis mungkin memilik interval waktu perminggu atau bulan).
Umumnya ICP dikembangkan untuk diagnosa atau tindakan yang sifatnya
“high-volume”, “high-risk” dan “high-cost”. ICP banyak dikembangkan di
rumah sakit, namun saat ini secara bertahap sudah mulai diperkenalkan ke
sarana pelayanan kesehatan lain seperti nursing home dan home
healthcare.
Proses untuk menyusun ICP
1. Pembentukan tim penyusun ICP.
2. Identifikasi key players
3. Pelaksanaan site visit di rumah sakit
4. Studi literatur
5. Diskusi kelompok terarah
6. Penyusunan pedoman klinik
7. Analisis bauran kasus
8. Menetapkan sistem pengukuran proses dan outcome
9. Mendesain dokumentasi clinical pathway
8 tahap pengembangan sebuah icp
TUJUAN
Memilih “best practice” pada saat pola praktek diketahui berbeda secara bermakna.
Menetapkan standar yang diharapkan mengenai lama perawatan dan penggunaan pemeriksaan klinik serta prosedur klinik lainnya.
Menilai hubungan antara berbagai tahap dan kondisi yang berbeda dalam
suatu proses serta menyusun strategi untuk mengkoordinasikan agar dapat
menghasilkan pelayanan yang lebih cepat dengan tahapan yang lebih
sedikit.
Memberikan peran kepada seluruh staf yang terlibat dalam pelayanan serta peran mereka dalam proses tersebut.
Menyediakan kerangka kerja untuk mengumpulkan dan menganalisa data
proses pelayanan sehingga provider dapat mengetahui seberapa sering dan
mengapa seorang pasien tidak mendapatkan pelayanan sesuai standar.
Mengurangi beban dokumentasi klinik.
MANFAAT
- Merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan dengan mencegah adanya variasi pelayanan yang tidak perlu
- Sistem informasi yang terintegrasi akan memudahkan setiap tim kesehatan untuk dapat mengetahui informasi pasien secara lengkap.
- Mengurangi pengumpulan data secara berulang-ulang yang dilakukan oleh setiap tim kesehatan.
- Konsistensi praktek lebih besar.
- Kontinuitas peningkatan pelayanan.
- Pemantauan standar perawatan.
- Dokumentasi yang baik.
- Pelaksanan evidence-based best practice.
- Perbaikan manajemen resiko.
- Pemberian perawatan berfokus pada pasien.
- Mendukung infrastruktur kesehatan dengan menyediakan informasi yang relevan, akurat, dan tepat waktu yang diperlukan untuk memenuhi pemantauan strategis pelayanan pasien dan outcome.
KELEBIHAN
- Banyak rumah sakit mulai menerapkan ICP dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien, karena penggunaan ICP memiliki kelebihan antara lain sebagai berikut:
- ICP merupakan format pendokumentasian multidisiplin. Format ini dapat memberikan efisiensi dalam pencatatan, dimana tidak terjadi pengulangan atau duplikasi penulisan, sehingga kemungkinan salah komunikasi dalam tim kesehatan yang merawat pasien dapat dihindarkan.
- Meningkatkan peran dan komunikasi dalam tim multidisiplin sehingga masing-masing anggota tim termotivasi dalam peningkatan pengetahuan dan kompetensi.
- Terdapat standarisasi outcome sesuai lamanya hari rawat, sehingga akan tercapai effective cost dalam perawatan.
- Dapat meningkatkan kepuasan pasien karena pelaksanaan discharge planning kepada pasien lebih jelas.
KEKURANGAN
- Dokumentasi ICP ini membutuhkan waktu yang relative lama dalam pembentukan dan pengembangannya.
- Tidak terlihat proses keperawatan secara jelas karena harus menyesuaikan dengan tahap perencanan medis, pengobatan, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
- Format dokumentasi hanya digunakan untuk masalah spesifik, contoh format ICP untuk bedah tulang tidak dapat digunakan untuk unit bedah syaraf. Sehingga akan banyak sekali format yang harus dihasilkan untuk seluruh pelayanan yang tersedia.
Implikasi dalam Keperawatan
ICP merupakan format dokumentasi multidisplin secara umum yang dapat
diterapkan di Indonesia atas dasar pertimbangan, departemen dan tim
kebutuhan untuk memperbaiki kualitas dokumentasi, kebutuhan untuk
mengurangi waktu perawat mencatat, kebutuhan menghemat biaya, mengurangi
duplikasi, mengurangi salah komunikasi, dan penekanan pada hasil yang
ingin dicapai pasien. Kekurangan yang mungkin ditemui dalam format
dokumentasi multidisiplin adalah tidak terlihatnya proses keperawatan
secara jelas mulai dari tahap pengkajian, penetapan diagnosis dan
rencana intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.
Selain itukeragaman tata letak dan konten yang dimiliki ICP muncul
karena ICP dibuat secara lokal dalam organisasi. Ada beberapa elemen
penting yang harus terkandung dalam ICP dan perlu evaluasi dan audit ICP
secara berkesinambungan. Oleh karena itu diperlukan suatu instrument
audit yang baku dan valid yang memiliki mekanisme yang jelas untuk
merekam dan meninjau variasi dari perawatan yang direncanakan, atau
meninjau secara jelas mulai dari tahap pengkajian hingga evaluasi
keperawatan, sehingga dapat memfasilitasi perbaikan ICP secara
terus-menerus agar ICP menjadi satu-kesatuan instrument yang valid,
mudah digunakan serta lebih efisisen dibandingkan format
pendokumentasian biasanya. Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan
dalam tim multidisiplin perlu meningkatkan kompetensi agar dapat
berperan sebagai clinical experts sehingga dapat memanfaatkan ICP dengan baik dalam pelaksanakan kegiatan pemberian asuhan keperawatan.
Penerapan di Indonesia
Di Indonesia penerapan ICP terkait penerapan INA-DRG yang merupakan
versi Departemen Kesehatan RI untuk Diagnostic Related Group (DRG’s
Casemix) yaitu sistem pembiayaan berdasarkan pendekatan sistem casemix,
dimana diharapkan akan muncul efisiensi dan peningkatan mutu pelayanan
kesehatan di rumah sakit (Adisasmito, 2008). Maka, pada tahun 2010 telah
dilakukan pertemuan konsolidasi kelompok kerja clinical pathway dalam pelaksanaan INA-DRG pada 15 rumah sakit vertikal Depkes sebagai Pilot Project di Indonesia (Depkes, 2010).
Berdasarkan hasil sejumlah studi terkait manfaat ICP, antara lain
seperti konsistensi praktek lebih besar, kontinuitas peningkatan
pelayanan, pemantauan standar perawatan, dokumentasi yang baik,
pelaksanan evidence-based best practice meningkatkan kerjasama
tim, mengurangi duplikasi, perbaikan manajemen resiko, dan pemberian
perawatan berfokus pada pasien. Selain itu, ICP dapat mendukung
infrastruktur kesehatan dengan menyediakan informasi yang relevan,
akurat, dan tepat waktu yang diperlukan untuk memenuhi pemantauan
strategis pelayanan pasien dan outcome. Agar ICP yang digunakan efektif
maka perlu pengawasan yang ketat dalam perkembangannya. Karenanya ada
potensi variabilitas dalam isi dan kualitas ICP yang sedang
dikembangkan. Selain itu diperlukan pula SDM yang handal sehingga dapat
memanfaatkan dan mengembangkan sistem ini dengan baik dan yang tak kalah
penting adalah tersedianya sarana dan prasarana yang menunjang sehingga
ICP dapat berjalan dengan baik.
sumber : http://ptdknurse.wordpress.com/2014/05/14/icp-intergrated-care-pathway/
Tidak ada komentar:
Write komentar