Mahalnya biaya kesehatan dan tidak seragamnya/tidak menentunya
prosedur dan biaya pelayanan kesehatan
untuk kasus penyakit akut yang sejenis di pusat pelayanan kesehatan terutama rumah sakit (RS) sering dihubungkan dengan perilaku dokter yang membebani pembayaran pasien atas obat/farmasi dan tindakan (bedah, diagnostik/terapi alat-alat canggih) yang sebenarnya tidak perlu.
untuk kasus penyakit akut yang sejenis di pusat pelayanan kesehatan terutama rumah sakit (RS) sering dihubungkan dengan perilaku dokter yang membebani pembayaran pasien atas obat/farmasi dan tindakan (bedah, diagnostik/terapi alat-alat canggih) yang sebenarnya tidak perlu.
Di beberapa RS luar negeri kita dapat mengetahui lebih pasti berapa
biaya yang akan kita bayar jika kita didiagnosis penyakit tertentu
sesuai standar yang ada, bahkan beberapa biaya operasi ditengarai lebih
murah.
Dengan menggunakan standar (saat ini) klasifikasi ICD 10 untuk
penyakit, dan ICD 9-CM untuk prosedur tindakan, serta data-data
demografis dari rekam medis, kemudian dapat ditentukan biaya clinical costing
(untuk mengetahui rata-rata tarif pelayanan rawat inap RS; kini banyak
tersedia perangkat lunak untuk menghitungnya), perbandingan model DRG
negara lain, maka dapatlah sekiranya disusun suatu kode standar tertentu
yang menjadi sistem pembayaran RS, sering disebut Diagnosis Related Groups (DRG).
Jadi pasien dengan penyakit akut tertentu, berobat di seluruh RS di
Indonesia, jika memerlukan pembedahan atau tindakan tertentu, akan
dikenakan prosedur dan beban biaya yang sama karena kelompok-kelompok
pasien tersebut memiliki kondisi klinis yang sama dan menggunakan
sumber-sumber (pengobatan) yang sama (case-mix).
Hal ini tentu akan mendorong meningkatkan pemahaman
masyarakat/konsumen atas pelayanan RS dan paket-paketnya. Standardisasi
prosedur dan pengobatan akan meningkatkan pelayanan pasien. Dari segi
biaya, tentunya akan lebih efisien serta memudahkan pihak asuransi dan
RS dalam pembiayaan dan administrasinya. Informasi komparatif pun
tersedia antar RS.
Untuk mengembangkan DRG Indonesia (ID-DRG?), dibutuhkan Sistem
Informasi RS (SIRS)/kelengkapan data rekam medis yang memadai,
pemantauan kualitas pelayanan melalui clinical pathway, pemantauan biaya melalui clinical costing,
penetapan standar kodifikasi dan perangkat lunak yang digunakan. Jika
mengadopsi sistem negara lain sebaiknya disesuaikan dengan kondisi di
Indonesia.
Tantangan mungkin datang dari rekan-rekan dokter yang terkesan
kreativitas atau seninya terbatasi atau bahkan pihak RS yang berisiko
menderita kerugian.
sumber : http://daniiswara.wordpress.com/2006/07/13/health-informatics-diagnosis-related-groups-drg/#more-86
Tidak ada komentar:
Write komentar