Selasa, 18 November 2014

Sistem Informasi RS di Era BPJS

Pembiayaan perawatan pasien di rumah sakit pada era BPJS yang dimulai 1 januari 2014 yang lalu, membawa konsekuensi tersendiri bagi perkembangan Sistem Informasi Rumah Sakit, terutama pada transaksi keuangan, billing, rekem medik elektronik, LIS, RIS, SIM Farmasi dan SIM Akuntansi & Keuangan. Kita mengetahui, pembiayaan pasien peserta JKN yang dibayarkan oleh BPJS, menggunakan tarif INACBG’s yang merupakan tarif hasil grouper dari beberapa indikator/data yaitu : diagnosa medis (primer & sekunder) menggunakan ICD X, tindakan medis menggunakan ICD IX, LOS (dalam kasus subakut & krnis), severity level, special investigation, special procedure, special drugs dan special prosthesis. Orang-orang TI menyebutnya dengan sistem pakar.Dengan tarif model seperti itu, walaupun bunyinya tarif paket, tidak serta merta dapat dipastikan jumlah uang/biaya yang akan diterima oleh rumah sakit pada setiap pasien yang dirawat. Biaya total hanya bisa dipastikan seiring dengan kepastian perawatan pasien di rumah sakit (pasti diagnosa, pasti tindakan medis, pasti LOS-nya dan lain-lain).Bukan hanya itu, masih ditambah lagi dengan kebijakan BPJS yang memberikan kebebasan cost sharing antar paket dan kebebasan cost sharing dengan tarif lokal rumah sakit untuk pelayanan Ruang VIP dan Paviliun. Kondisi ini juga berlaku bagi pasien rawat jalan, dimana BPJS memberlakukan biaya cost sharing untuk Poliklinik Executive.Tentang sistem akuntansi rumah sakit juga perlu kebijakan tersendiri, dimana Permendagri Nomor 61 tahun 2007 tentang Pedoman teknis Pengelolaan keuangan BLUD Pasal 116 ayat (2) menyebutkan bahwa “Penyelenggaraan akuntansi dan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan basis akrual baik dalam pengakuan pendapatan, biaya, aset, kewajiban dan ekuitas dana”.Kondisi-kondisi itu, memaksa SIMRS perlu didesain ulang agar mampu mengakomodasi keperluan rumah sakit dalam banyak hal, terutama transaksi keuangan di era BPJS. Beberapa catatan yang perlu penyesuain di format SIMRS era BPJS :
  1. Sudah seyogyanya SIMRS bisa diintegrasikan dengan program INACBG’s BPJS. Bisa integrasi langsung maupun dengan bridging bagi rumah sakit yang telah memiliki SIMRS. Tapi untuk ini, persoalnya tidak mudah. Team NCC yang mendesain aplikasi INACBG’s melakukan enkripsi terhadap seluruh data dan tabel dalam aplikasi INACBG’s pada versi 4.0. Bahkan fasilitas impor yang ada di versi sebelumnya juga sudah ditiadakan. Mudah-mudahan dengan melihat kebutuhan lapangan, Team NCC berkenan segera membuatkan fasilitas bridging untuk RS yang telah mengembangkan SIMRS, sehingga tidak ada doble entry.
  2. Kebijakan cost sharing yang diberlakukan BPJS, dimana biaya perawatan sampai kelas satu penghitungan cost sharing adalah pengurangan tarif INACBG’s kelas satu dikurangi Tarif INACBG’s kelas sesuai haknya, maka aplikasi SIMRS perlu mengakomodasi semua tarif INACBG’s yang telah disusun berdasarkan regional, kelas rumah sakit dan kelas perawatan. Walaupun penentuan jumlah claim mungkin perlu dientry ulang, tapi itu lebih baik daripada terpisah sama sekali. Dengan bridging, harapannya jumlah tarif yang diclaim bisa difasilitasi.
  3. Biaya cost sharing untuk pelayanan executive, mungkin tidak terlalu bermasalah, karena penghitungannya adalah tarif lokal rumah sakit dikurangi tarif INACBG’s.
  4. Agar pelaporan keuangan dan akuntansi BLU dan BLUD yang harus menggunakan basis akrual dapat terakomodasi di SIMRS, mau tidak mau pendapatan rumah sakit yang berasal dari BPJS, harus masuk dalam pelaporan pendapatan SIMRS. Kebijakan yang dibutuhkan oleh rumah sakit pada pendapatan basis akrual hasil costsaharing klaim BPJS sampai perawatan kelas satu apakah transaksi tarif lokal atau transaksi tarif BPJS. Tanpa kebijakan yang jelas, maka pelaporan akuntansi rumah sakit akan mengalami selisih yang cukup besar.
  5. Lalu bagaimana dengan pembagian Jasa Pelayanan Profesi dari Incentive? Juga belum ada bentuk seperti apa yang ideal.
Siapkah manajemen rumah sakit terutama keuangan dan para developer SIMRS menghadapai perubahan ini? Perlu diingat, bila tidak ada perubahan, keinginan pemerintah pada tahun 2019 akan menjaminkan seluruh penduduk Indonesia kepada BPJS. Artinya, SIMRS yang sampai hari ini hanya mengandalkan billing system sebagai aplikasi mayornya, maka bersiaplah untuk tidak dipakai lagi oleh rumah sakit. Rumah sakit lebih mengharapkan SIMRS berbasis klinis atau Clinical Base Hospital Information System, dimana informasi yang keluar lebih diarahkan untuk kebutuhan klinis semisal clinical pathway, audit therapy, panduan praktek klinis, clinical evidance base, clinical previlage dan lain-lain.

sumber : http://nursinginformatic.wordpress.com/2014/01/13/sistem-informasi-rs-di-era-bpjs/

Tidak ada komentar:
Write komentar